UNIVERSITAS DIPONEGORO PWK 2014 MARTHA ROSDIANA UTAMI UNIVERSITAS DIPONEGORO PWK 2014

Minggu, 14 Juni 2015

Galery



Makalah

MAKALAH
TANGGAP BENCANA BANJIR DAN PERKECIL POTENSI BANJIR


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Komunikasi
Dosen Pengampu : Ir. Nurini. MT











Disusun Oleh :

Martha Rosdiana Utami
21040114120034
Kelas B




JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015






BAB    I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Indonesia kaya akan sumber daya alamnya,sumber daya alam salah satunya sungai, dari sungai kita bisa memperoleh sumber air,bisa digunakan sebagai tempat untuk belajar dengan berbau Alam,sumber penghidupan untuk memancing. Namun sungai memiliki ancaman tersendiri yaitu Banjir. Banjir merupakan fenomena alam dimana terjadi kelebihan air yang tidak tertampung oleh jaringan drainase di suatu daerah sehingga menimbulkan genangan yang merugikan. Kerugian yang diakibatkan banjir seringkali sulit diatasi baik oleh masyarakat maupun instansi terkait. Banjir disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu kondisi daerah tangkapan hujan, durasi dan intesitas hujan, land cover, kondisi topografi, dan kapasitas jaringan drainase.
 Banjir di daerah perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan banjir pada lahan/alamiah. Pada kondisi di alam, air hujan yang turun ke tanah akan mengalir sesuai kontur tanah yang ada ke arah yang lebih rendah. Untuk daerah perkotaan pada umumnya air hujan yang turun akan dialirkan masuk ke dalam saluran-saluran buatan yang mengalirkan air masuk ke sungai. Kontur lahan yang terdapat di daerah perkotaan direncanakan agar air hujan yang turun mengalir ke dalam saluran-saluran buatan tadi. Ada kalanya, kapasitas saluran tersebut tidak mencukupi untuk menampung air hujan yang terjadi, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir.(Anonim, 2014)
Selain itu wilayah perkotaan umumnya tidak memiliki area resepan yang bisa disalurkan melalui area terbuka hijau. Padahal minimal setiap rumah harus memiliki 30% area terbuka hijau untuk area resapan. Pada saat musim hujan inilah jika air tidak meresap maka air dapat meluap kepermukaan dan menyebabkan banjir. Dan perilaku masyarakat yang acuh terhadap kondisi lingkungan,dapat mengakibatan rusaknya lingkungan.



1.2              Rumusan Masalah


1.3              Tujuan

1.      Mengetahui tanggap bencana banjir.
2.      Mengetahui cara meminimalisir potensi banjir.
























BAB    II

PEMBAHASAN

2.1  Tanggap bencana banjir


Indonesia negara 17.000 pulau, dibelah sungai-sungai dan lautan. Sungai ciliwung merupakan salah satu sungaai dari 5000an sungai di Indonesia. Dari sungai biasanya kita bisa gunakan seperti sumber air ,transportasi, tempat bermain, tempat belajar tentang alam, bisa untuk memancing juga. Namun terkadang sungai bisa menjadi bencana yang membahayakan dimana bisa menyebabkan banjir. Biasanya para ahli mengungkapkan banjir disebabkan oleh volume air disuatu badan air, seperti sungai  yang meluap atau menjebol bendungan, sehingga air keluar dari batasan alaminya.Lebih lanjut mari kita pahami antar Banjir dengan siklus air.
Hujan merupakan salah satu bagian siklus air. Saat hujan turun,bagian air akan diserap tanah dan lainnya menuju hilir itu jika dalam keadaan tanah baik,namun karena minimnya daya resapan air terjadi penyumbatan pada aliran tersebut maka air terperangkap didalam daratan meluap hingga kedaratan itulah yang disebut dengan banjir. Dampak pemanasan global juga mengakibatkan intensitas air hujan tinggi,ditambah perilaku kita tidak menjaga lingkungan maka banjir sering terjadi. Di Indonesia sendiri,daerah yang rawan banjir yaitu Jakarta seperti Jakarta Barata,Jakarta Selatan,Jakarta Timur,Jakarta Utara dan Jakarta Pusat.
Jika kita tidak waspada banjir akan berakibat buruk terhadap kita semua. Dampak Banjir bukan hanya mengotori rumah namun kita juga bisa kehilangan rumah,Dokumen penting bisa rusak dan terbawa air , kesehatan juga terancam karena banjir sering membawa virus dan bakteri berbahaya. Demi kesalamatan bersama mari kita ketahui tanggap bencana banjir yang berfungsi untuk meminimalisir korban banjir. Tanggap darurat bencana  menurut Pasal 1 nomor 10 Undang-Undang 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk mengangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban ,harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk tanggap bencana banjir,seperti :
1.      Pantau informasi lewat radio,televisi,internet serta media sosial Hal ini dilakukan apabila ada berita tentang perkiraan cuaca dan hal-hal yang berkaitan dengan cuaca  kita bisa tau ,daerah mana saja yang terkena hujan deras,sehingga kita ada persiapan jika sewaaktu-waktu daerah kita salah satu yang terkena hujan deras dan berpotensi banjir
2.      Siapkan benda-benda penting yang perlu dievakuasi,seperti makanan dan minuman,obat-obatan pribadi,pakaian secukupknya,dan identitas diri. Lalu masukan bneda-benda penting tersebut kedalam tas agar mudaha membawanya.
Benda penting seperti identitas perlu dibawa sebagai identitas diri,obat-obatan pribadi,dan makanan dibawa untuk menjaga kesehatan pribadi.
3.      Bungkus barang-barang penting terhadap lapisan yang keedap air
Benda-benda yang ditinggal dirumah saat terjadi genangan air,sebaiknya dilapisi dengan kedap air. Umunya barang yang terkena air akan menjadi berjamur dan bisa menjadi rusak. Untuk menghindari terjadinya kerusakan barang dapat dilakukan dengan membungkusnya dengan lapisan kedap air.
4.      Pindahkan barang-barang kelantai atas rumah atau tempat yang paling aman.
Apabila barang sudah dibungkus dengan lapisan kedap air,hal selanjutnya yang dilakukan yaitu dengan memindahkaan barang kelantai paling atas,atau area paling aman.
5.      Rutin berkoordinasi dengan adanya aparat setempat,dan pastikan kita harus hafal jalur evakuasi.
Jalur evakuasi merupakan jalur menuju tempat evakuasi dimana tempat evakuasi digunakan sebagai tempat yang aman.
6.      Matikan sumber listrik,agar saat adaa genangan air listrik tidak menyengat kita
Jangan sentuh listrik dan barang berlistrik dalam keadaan basah .Segera mengungsi apabila ada instruksi untuk meninggalkan rumah.
7.      Jangan melewati arus sungai yang deras,arus air yang melebihi 15cm dapat membuat terjatuh.Apabilaa berjalan sebaiknya menggunakan togkat,tongkat dapat membantu untuk mencari jalan seperti jika terdapat lupang kita dapat terhindar.
8.      Jangan menyetir dalam keadaan banjir,Apabila air terlihat muai menggenai mobil segera tinggalkan mobil
9.      Waspadai hewan-hewan berbahaya sepeti ular,Biawak,Kalajengking yang biasanya bersarang pada lubang-lubang rumahyang terbuka . Oleh karena itu sebaiknya lubang-lubang rumah ditutup.

2.2       Cara meminimalisir potensi banjir.

Pepatah mengatakan lebih baik mencegah dari pada mengobati. Hal ini bisa dilakukan dengan memperkecil potensi banjir seperti :
1.      Bersihkan gorong-gorong dan aliran drainase sekitar rumah kita agar air lancar
2.      Perbanyak area resapan disekitar rumah,agar saat air hujan turun dapat meresap dengan baik.
3.      Seharusnya setiap rumah memiliki minimal 30% areaterbuka  hijau,supaya menjadi area resaan air
4.      Dimulai dari kesadaran diri dimana membuang sampah pada tempatnya. Lebih baik lagi jika sampah kita kelola sendiri. Seperti dengan memisahkan sampah organik dan non organik. Sampah organik bisa kita timbun dnegan tanah karena lama elamaan dia akan hancur bersamaan dengan tanah. Karena umumnya sampah yang dibawa keluar dibuang disungai,dan ini bisa menyebabkan banjir
5.      Buat ageda rutin kerja bakti dilingkungan sekitar kita . Selain menjaga lingkungan sekitar,kerja bakti dapat digunakan untuk mempererat persaudaraan antar wilayang lingkungan rumah





                                                           





BAB    III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Indonesia yang memiliki 5000an sungai,yang menjadi ancaman pada saat musim hujan tiba. Dimana dari sungai bisa mengakibatkan banjir karena air yang keluar dari batasan semestinya. Hal ini terjadi karena perilaku masyarakay yang kurang menjada lingkungan. Apabila hal itu sudah terjadi masyarakay yang merasakan akibatnya bisa melakukan tanggap bencana banjir untuk meminimalisir kerugian akibat banjir. Kegiatan tanggap bencana seperti persiapan barang pribadi,atau jalur evakuasi,barang penting disimpan dalam lapisan kedap air,dan matikan arus listrik. Hal yang lebih baik jika kita memperkecil potensi banjir yaitu dengan membersihkan area drainase air,memiliki area terbuka hijau.

3.2       Saran

Kita sebagai masyarakat Indonesia sudah atau belum terkena dampak bencana banjir, wajib untuk memperkecil potensi banjir. Dimulai dari diri kita untuk membuang sampah pada tempatnya serta menjaga lingkungan sekitar kita.










Daftar Pustaka


Anonim. (2014). ANALISA KEKERINGAN MENGGUNAKAN METODE THEORY OF RUN PADA SUB DAS NGROWO. ANALISA KEKERINGAN MENGGUNAKAN METODE THEORY OF RUN PADA SUB DAS NGROWO.



Jumat, 03 Oktober 2014

Kaji Ulang Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang di Indonesia

Di dalam proses merumuskan sebuah kebijakan, pengenalan isu dan masalah yang tepat adalah awal dari pembuatan kebijakan yang berkualitas. Ada adagium yang sudah dikenal luas di dalam studi kebijakan publik, yaitu kebijakan yang belum terlalu tepat namun telah disusun di atas pengenalan isu dan permasalahan yang tepat adalah jauh lebih baik dibanding kebijakan yang tampaknya sempurna namun ternyata disusun di atas pengenalan masalah yang kurang tepat. Oleh karena itu, penulis lebih memilih dengan memulainya dari identifikasi akar permasalahan yang benar-benar mendasar dalam praktek penataan ruang di tanah air. Dari pengamatan penulis, beragam isu dan permasalahan yang paling mendasar dalam praktek penataan ruang dapat digolongkan ke dalam permasalahan internal dan permasalahan eksternal penataan ruang. Permasalahan internal penataan ruang yang paling nyata adalah belum dapat diterapkannya produk-produk perencanaan ruang secara efektif di dalam praktek pembangunan, terutama yang berkaitan dengan dimensi fisik spasial lingkungan binaan. Permasalahan ini disebut juga dengan istilah “adanya gap” antara rencana dan praktek pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Sedangkan permasalahan eksternal penataan ruang muncul dari praktek-praktek pembangunan pada aspek-aspek lainnya yang secara langsung atau tidak langsung semakin menjauhkan kesenjangan rencana dan implementasi, seperti isu pertanahan, keterpaduan infrastruktur, dan sebagainya. sumber :http://iplbi.or.id/2014/02/banjir-jakarta-dan-inefektifitas-tata-ruang-di-indonesia/

Penataan Ruang yang Tidak Efektif

Produk-produk rencana tata ruang wilayah (RTRW nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan produk rencana lainnya) yang tidak diikuti atau mengalami perubahan pada praktek pemanfaatan ruang (baca: pembangunan), sudah menjadi isu yang dikenal luas. Di tingkat perkotaan misalnya, wujud pembangunan kota-kota secara kumulatif dalam kurun puluhan tahun umumnya menyimpang dari RTRW yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan secara pesimis seringkali muncul ungkapan bahwa RTRW justru telah berubah perannya sebagai dokumen untuk memutihkan penyimpangan rencana tata ruang pada periode sebelumnya dan sekaligus sebagai dokumen justifikasi untuk menjalankan praktek pembangunan dari berbagai kelompok kepentingan. Rencana tata ruang akhirnya berubah menjadi ajang pertarungan kepentingan seperti terjadi di DKI Jakarta. Baik secara tersamar-samar maupun yang tampak nyata secara kasat mata. Hasilnya, kepentingan publik selalu menjadi pihak yang kalah, karena hampir tidak ada yang benar-benar memperjuangkannya. Kegagalan mewujudkan rencana tata ruang dalam praktek pemanfaatan dan pengendalian ruang inilah yang dimaksud sebagai penataan ruang yang tidak efektif. Secara garis besar, ada beberapa permasalahan yang melatar-belakangi hal ini, di antaranya: Kegagalan memahami konteks pembangunan di sektor publik. Kegagalan perencanaan ruang akan terjadi ketika proses perencanaan spasial terlepas dari konteks pembangunan yang berada di domain publik. Pelaku-pelaku pembangunan di sektor publik meliputi institusi pemerintah, baik pemerintah nasional maupun pemerintah daerah, investor swasta dan individu masyarakat yang berurusan dengan kepentingan publik, adalah pihak-pihak yang memberi pengaruh dalam pemanfaatan ruang. Pada kenyataannya, konstelasi para pelaku ini mendudukkan istilah “sesuai rencana” atau “tidak sesuai rencana” sebagai permasalahan yang tidak sederhana. Di dalam konteks pembangunan di sektor publik, banyak sekali kepentingan, penguasaan sumberdaya, dan hubungan kekuasaan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kegagalan membangun komunikasi dengan para pelaku pembangunan. Gagal paham atas pembangunan yang berada di domain publik pada gilirannya menutup upaya-upaya untuk membangun komunikasi manajemen pembangunan yang efektif dengan para pelaku pembangunan. Permasalahan inilah yang melatar-belakangi munculnya pihak-pihak yang ingin lebih memajukan proses perencanaan tata ruang secara partisipatif, atau dikenal sebagai participatory planning. Orientasi berlebihan pada sistem rencana tata ruang. Ini adalah cara pandang yang beranggapan bahwa suatu rencana ruang secara otomatis diterapkan dalam praktek pembangunan. Perspektif ini adalah buah dari kegagalan memahami konstelasi pelaku dan kegagalan membangun komunikasi dengan berbagai aktor pembangunan sebagaimana telah diuraikan di atas. Bahkan cara pandang ini semakin menjadi-jadi dengan anggapan bahwa untuk menerapkan suatu rencana tata ruang harus dibuat rencana tata ruang yang lebih rinci lagi. Sebagai contoh, pelaksanaan RTRW Nasional adalah penerapannya dalam bentuk RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten dapat dioperasionalkan melalui RDTR, dan seterusnya. Pandangan ini biasanya menargetkan dicantumkannya kalimat “mengacu pada Rencana Tata Ruang yang berlaku” ataupun “pengenaan sanksi bagi yang melanggar rencana tata ruang” di dalam pasal-pasal peraturan tertentu. Padahal pada prakteknya, masih banyak “lubang-lubang yang menganga” dalam bentuk istilah penyesuaian rencana, revisi rencana, dan berbagai bentuk negosiasi di antara para pelaku yang luput dari perhatian. Semua proses inilah yang dipakai para pelaku pembangunan sehingga tanpa disadari akhirnya menyimpangkan ketentuan rencana, baik mereka dari pihak pemerintah, pelaku usaha maupun masyarakat luas. Kegagalan mengelola pembangunan berbasis prakarsa publik. Kelemahan dalam mengenali berbagai kelompok kepentingan di dalam pembangunan sektor publik, ditambah kelemahan membangun komunikasi yang efektif, serta diperkuat dengan orientasi yang berlebihan pada produk-produk rencana tata ruang sebagaimana diuraikan di atas, akhirnya bermuara pada kegagalan mengelola suatu prakarsa pembangunan sebagai sebuah prakarsa publik. Pada dasarnya, pembangunan memang harus menempatkan lembaga publik sebagai lokomotif pembangunan untuk membawa prakarsa publik, karena ada begitu banyak kepentingan publik yang dipertaruhkan di dalamnya. Kegagalan memajukan prakarsa publik akhirnya bermuara pada bentuk-bentuk pasif dan pembiaran praktek pembangunan oleh berbagai kelompok kepentingan. Tidak dapat dielakkan, terciptalah iklim pembiaran yang spekulatif dan mengarah pada fragmentasi pembangunan yang semakin parah. Sebagai contoh, di dalam perencanaan suatu kawasan bisnis di Jakarta yang kemudian ditetapkan sebagai kawasan komersial pusat kota dengan intensitas tinggi, ternyata tanah di kawasan tersebut telah dikuasai oleh kelompok kepentingan tertentu atau sudah ada konsesi tertentu yang disepakati di balik layar. Produk rencana ruang yang seolah-olah membawa kepentingan publik ternyata telah disusupi kepentingan golongan tertentu. Istilahnya sekarang, “rencana yang sudah masuk angin”. Bisa diduga pula, iklim pembiaran yang spekulatif seperti itu memang secara sengaja diciptakan oleh birokrasi yang korup, sehingga muncul istilah di lapangan yaitu “tata ruang” berubah menjadi “tatar uang”. sumber:http://iplbi.or.id/2014/02/banjir-jakarta-dan-inefektifitas-tata-ruang-di-indonesia/